saat itu saya sedang liburan di sebuah kota di wilayah sumatera, bagian barat "Jam Gadang" menjadi ikon kota ini. katanya Jam Gadang itu melambangkan orang Bukittinggi harus tepat waktu, disiplin disegala hal termasuk dengan waktu sholat lima waktu, pekerja keras gitu deh...
kita simak dulu cerita jam gadangnya. hi..hii.....
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Besar sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "Jam Gadang".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007. Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892. Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
dari menara jam gadang tersebut para wisatawan bisa melihat panorama Kota Bukittinggi yang terdiri dari bukit, lembah dan bangunan berjejer di tengah kota yang sayang untuk dilewatkan. untuk naik ke atas menara ini harus menunggu waktu tertentu seperti hari jadi Kota Bukittinggi. soalnya tidak dibuka setiap hari, pastinya demi menjaga kondisi fisik bangunan.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.
untuk mencapai lokasi ini dari Bandara Internasional Minangkabau Airport bisa menggunakan jalur darat, dari Padang ke Bukittinggi dapat ditempuh lebih kurang 2 jam perjalanan menggunakan angkutan umum. Setelah sampai di terminal Aur Kuning perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkutan kota menuju pasar atas atau Jam Gadang.
di bukittinggi berburu oleh-oleh menjadi menu wajib, di pasar atas (logat minangnya Pasa Ateh), pasar bawah (Pasa Bawah), pasar miring (pasa Lereng) dan pasar grosir aur kuning (Aua Kuniang). haaaa..haaaa..... kedengarannya lucu.
eitsss....
jangan kelewatan Kripik Singkong Pedas (biasanya disebut "Sanjai Balado") ada rasa tawar, asin dan manis. karakkaliang.... hahaaaa.. sepertinya saya harus menyiapkan budget dan dompet tebal untuk kembali kesana.
jangan kelewatan Kripik Singkong Pedas (biasanya disebut "Sanjai Balado") ada rasa tawar, asin dan manis. karakkaliang.... hahaaaa.. sepertinya saya harus menyiapkan budget dan dompet tebal untuk kembali kesana.
ada satu hal yang menarik bagi saya katanya makanan ini salah satu penganan khas yang berasal dari Sumatera Barat. Penganan ini biasanya disajikan ketika menyambut hari raya dan perayaan tertentu seperti perta pernikahan. makanan ini terbuat dari campuran gula pasir atau gula aren, tepung beras putih atau beras hitam, dan santan kelapa. Cara pembuatannya adalah dengan digoreng dengan menggunakan kuali yang sekaligus menjadi cetakannya.
pinyaram, orang Minang menyebutnya.
kalo dilihat sekilas, gak ada yag menarik dai bentuknya.
awal-awal saya menilai, makanan apa ini..?? bentuknya gak menarik, seperti gosong, pahit pastinya. ketika ibu penjual (disana disebut amak) "cubolah nak, lamah tumah. jarang-jarang urang manjuanyo ko.."
kamu tau apa maksudnya ...?
kira-kira seperti ini transletnya kalo gak nyambung harap maklum yah "silahkan dicoba, enak lho. yang menjual makanan ini gak banyak satu-satu"
pas gue coba. beuhhhh.....
ternyata saya salah menilai, ibarat pepatah "jangan menilai dari sisi luar saja, kenalilah lebih dalam". rasanya masih nempel di lidah ini mpe sekarang.
adukan tebung beras, parutan kelapa, gula arennya menyatu dalam sebuah makanan. gilaaaa... makin ngilerrr. saya memutuskan untuk membelinya.
rasanya unik, mengena dan khas. harapannya tulisan-tulisan yang tertulis di blog ini seperti itu "Pinyaram" tulisan yang unik, mengena dan khas dari penulisnya.
semoga bermanfaat,..
Aamiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar